Bagaimana Hari Buruh Lahir?

Dhianita Kusuma Pertiwi
3 min readMay 1, 2017

--

Perlu dipahami bahwa sejarah Hari Buruh berkaitan erat dengan gerakan sosialisme, komunisme, dan anarkisme yang berkawan dengan persatuan buruh di Eropa. Sehingga harusnya nilai-nilai paham tersebut tidak dianggap musuh oleh kalangan buruh yang berdikari, berusaha mendapatkan nilai kemanusiaannya dengan berada di bawah tekanan pemilik modal dan mesin.

Sebelum masuk ke dalam pembahasan sejarah hari buruh, saya rasa perlu menilik ramalan Marx pada Capital, Volume I: The Process of Production of Capital:

Selama sejumlah modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perusahaan menurun, yang merebut atau memonopoli seluruh keuntungan dalam proses transformasi ini, maka akan tumbuh kesengsaraan masyarakat, penindasan, perbudakan, degradasi, eksploitasi; tetapi juga akan tumbuh pemberontakan kelas buruh, sebuah kelas yang jumlahnya terus membengkak, didisiplinkan, disatukan, dan diorganisasikan oleh mekanisme proses produksi kapitalis itu sendiri. Monopoli kapital menjadi hambatan-hambatan atas modus produksi kapitalisme, di mana hambatan-hambatan tersebut menjadi semakin terbuka dan subur dalam sistem kapitalisme.

Menarik untuk dipahami bahwa ‘ramalan’ yang ditulis oleh Marx pada 1867 ternyata bisa dikatakan benar-benar terjadi, terbukti dengan semakin bercokolnya para pemilik modal dan alat produksi dalam menduduki kekuasaan atas tenaga kerja, namun di sisi lain diimbangi dengan kemunculan persatuan buruh yang melahirkan perlawanan-perlawanan atas penindasan yang mereka alami. Menurut sejarah, penetapan hari Buruh terinspirasi oleh tragedi Kerusuhan Haymarket yang terjadi di Chicago, Illinois, Amerika Serikat pada 4 Mei 1886. Sebelum kerusuhan terjadi, sejak tanggal 1 Mei para pekerja melakukan orasi damai dengan tuntutan delapan jam kerja per hari. Selama orasi berlangsung beberapa pekerja terbunuh di tangan polisi yang memicu kemarahan para demonstran. Pada tanggal 3 Mei, para aktivis anarkis mencetak brosur dalam bahasa Inggris dan Jerman yang menyatakan bahwa polisi yang telah membunuh rekan mereka, yang kemudian dibagi-bagikan kepada para demonstran.

Ilustrasi kerusuhan Haymarket, sumber: Wikipedia

Pada tanggal 4 Mei, demonstrasi diawali dengan orasi yang damai di area Haymarket, Chicago, sampai akhirnya sebuah bom dinamit rakitan tangan dilemparkan dari barisan buruh ke arah polisi yang menyebabkan seorang polisi tewas dan beberapa lain luka. Lemparan bom yang dilakukan oleh orang misterius tersebut memicu kerusuhan dengan tembakan-tembakan yang diluncurkan kedua belah pihak. Sebagai konsekuensinya, 4 orang buruh tewas, 7 orang polisi tewas, luka-luka mencapai 130 orang dari kedua sisi, dan penangkapan lebih dari 100 buruh.

Pada 5 Mei, polisi juga menyerang demonstran di Milwaukee Wisconsin, menewaskan 7 orang yang juga termasuk anak-anak dan seorang pria yang tidak terlibat demonstrasi.

Kerusuhan Haymarket dianggap sebagai asal muasal pergerakan buruh di Amerika, terutama di Chicago, dengan terbentuknya partai buruh pada tahun 1886. Internasional Kedua, partai sosialis dan partai yang dibentuk di Paris pada 1889 kemudian mencanangkan 1 Mei sebagai Hari Buruh sebagai peringatan perjuangan buruh melawan supremasi aparat dan borjuasi kapitalisme di Haymarket. Monumen untuk mengenang kejadian kerusuhan tersebut dibangun pada tahun 2004, karena dianggap memiliki suatu pengaruh yang besar pada kemunculan asosiasi buruh dan perlawanannya terhadap ketidakadilan seperti jam kerja yang terlalu lama dalam satu hari, gaji yang sering dipotong, dan hilangnya hak dasar karena monopoli kekayaan oleh pemilik modal. Tuntutan 8 jam kerja per hari yang menjadi aspirasi utama orasi pada saat itu terbukti tidak hanya mempengaruhi regulasi yang berlaku di Amerika tentang ketenagakerjaan, namun juga di Eropa.

Walaupun begitu, perlu diingat bahwa Amerika Serikat pada tahun 1887 malah mencanangkan Hari Buruh pada 1 September, bukannya 1 Mei.

Dan jika kita melihat pada fenomena yang ada saat ini, ada sebuah sinisme negatif yang ditujukan pada buruh dengan hari buruh dan demonstrasi yang dilakukannya. Hal tersebut menurut hemat saya adalah karena kurang pemahaman pada bagaimana dan kenapa hari buruh itu sendiri harus ada. Menurut Marx, yang mendasari demonstrasi pekerja tidak lain adalah kemunculan titik krisis yang membangunkan ‘kesadaran kelas’ yakni dimana para pekerja atau kaum tertindas melihat posisi mereka senasib karena adanya eksploitasi dan alienasi oleh pemilik saham. Ada dua faktor penting dalam bangkitnya kesadaran kelas, pertama realitas obyektif dari sejumlah besar buruh yang merasa senasib, dan faktor subyektif, yaitu kesadaran aktual atas rasa senasib itu serta adanya kesadaran aktual tentang adanya kelas lain dengan cara melawan kepentingan eksploitatif kelas tersebut.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pemahaman atas bagaimana dan kenapa hari buruh dengan demonstrasinya harus ada, merupakan hal yang penting bagi siapa pun agar tidak muncul sinisme pada kelas tertindas yang pada saat yang sama juga berarti membela kekuasaan kapitalisme.

--

--